REFLEKSI PENYELENGGARAAN UJIAN NASIONAL (UN) TH 2013:
Justifikasi Kecurangan Sampai Meredukdsi Wibawa Guru
“Buat ape kite belajar serius, nanti juge kite dibantu menjawab soal ujian. Kan guru malu kalo kita tak lulus?”… Inilah kalimat yang cukup sering diungkapkan oleh anak-anak sekolah hari ini ketika akan menghadapi ujian. Sebuah ungkapan ironis dalam konteks peningkatan kualitas pendidikan nasional kita. Secara tidak langsung ini juga merupakan sikap apatis terhadap dunia belajar mengajar di Negara ini.
Ungkapan diatas hanyalah salah satu kalimat yang sering diungkapkan untuk menggambarkan keseluruhan proses penyelenggaraan UN. Dalam konteks peningkatan kualitas pendidikan maka ungkapan tersebut menggambarkan sebuah fakta miris dalam system pendidikan nasional kita. Ketika individu-individu yang dihasilkan dunia pendidikan kita justru banyak yang menjadi “penghancur” moral bangsa. Ketika output system pendidikan kita sering dipertanyakan, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) justru menciptakan sekaligus mempertahankan suatu system yang penuh kontroversi dan justru semakin melemahkan nilai-nilai edukasi negara kita.
Polemik penyelenggaraan Ujian Nasional sepertinya sudah menjadi tradisi tahunan untuk diperdebatkan. Disatu sisi pihak Kementerian Pendidikan Nasional dengan berbagai argumennya berusaha mati-matian mempertahankan kelangsungan penyelenggaraan Ujian Nasional. Dipihak lain para aktivis LSM, pemerhati pendidikan bahkan mungkin juga pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan UN seperti lembaga-lembaga sekolah dan masyarakat umumnya meminta agar UN tidak dilaksanakan lagi. Perdebatan ini mungkin akan terus terjadi dan tak akan berhenti selama penyelenggara UN yaitu Kemendiknas tidak mampu menemukan formula terbaik untuk melaksanakan UN.
UN dalam realitasnya telah menjelma menjadi momok menakutkan bak monster dalam cerita rakyat yang selalu datang setiap tahun untuk meminta tumbal. Bukan hanya calon peserta UN yaitu siswa-siswi tingkat akhir pada level masing-masing yang menunggu dengan penuh “ketakutan” tibanya “mahluk” bernama UN ini. Mulai dari guru, kepala sekolah, para orang tua semuanya seperti alergi dengan mahluk bernama UN. Semuanya bertanya-tanya didalam hati siapa lagi yang akan menjadi tumbal tahunan?…
Ketakutan-ketakutan ini kemudian menjadi berlebihan sehingga mendorong pada terciptanya berbagai siasat untuk menghindari hasil buruk. Ketakutan-ketakutan yang kemudian menjelma menjadi hantu yang selalu menggiring pada kesesatan. Kesesatan mewujud pada terkondisikannya berbagai upaya kecurangan. Kesesatan ini kemudian termanifestasi dalam wajah pembiaran kolektif dalam melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai kesucian sebuah pendidikan.
Sebagai orang tua, tidak satu pun dari mereka yang mau anaknya dijadikan tumbal UN dengan alasan pendataan, standarisasi, demi peningkatan kualitas pendidikan nasional atau apapun itu. Bahkan pihak pemerintah setempat pun ikut-ikutan sibuk memberikan “pengamanan” agar kualitas pendidikan di dalam wilayah teritorial mereka tidak dicap gagal. Oleh karena itu, atas nama menyelamatkan “muka” sekolah dan pemerintah daerah setempat dilakukanlah berbagai upaya meskipun harus menciderai nilai-nilai yang justru lekat dengan dunia pendidikan itu sendiri.
Dalam sebuah kasus, kepala sekolah bahkan memerintahkan siswanya yang menjadi peserta UN untuk membuka buku sewaktu berlangsungnya ujian jika siswa tersebut tidak tahu jawaban soal. “Tim Sukses” pun dibentuk untuk membantu meluluskan peserta ujian baik itu bertugas selama ujian berlangsung maupun setelah ujian. Peristiwa ini bukan lagi sesuatu yang dianggap aurat tetapi sudah mentradisi secara turun temurun. Siswa yang mengikuti ujian tahun ini pun akan mewariskan cerita “memalukan” ini pada adik kelasnya nanti.
Saat masuk ke kelas 1 (satu), sang guru menanamkan nilai-nilai kejujuran. Ketika berada di kelas 2 (dua), sang pendidik pun menguatkan nilai-nilai ideal tersebut. Tapi disaat menginjakkan kaki di kelas 3 (tiga) perlahan peserta didik mengetahui bahwa apa yang pernah diajarkan gurunya tidaklah seratus persen dijaga oleh guru bersangkutan. Kegiatan belajar mengajar, pelajaran tambahan, try out seolah-olah hanya menjadi formalitas belaka. Karena toh mereka tahu bahwa nanti bila tiba masanya bantuan akan datang. Bahwa sesungguhnya para pendidik yang mengajar mereka juga menjustifikasi kegiatan contek menyontek, membuka buku kala ujian dan berbagai kecurangan lainnya dalam UN nanti.
Peristiwa diatas bukanlah rekaan semata. Bukan juga cerita dari mulut ke mulut. Melainkan tragedy yang terjadi secara nyata dan memiliki validitas tinggi sebagai suatu informasi. Ibarat mutawatir dalam kaidah hukum periwatan sebuah hadis. Bahwa telah terjadi pembiaraan kebohongan massal adalah kenyataan yang tak bisa dibantah. Bahwa tergerusnya wibawa guru merupakan tragedy memilukan dalam dunia pendidikan. Bahwa semakin hilangnya kepercayaan semesta kepada dunia pendidikan adalah kondisi riil dunia pendidikan nasional kita. Bahwa 3 (tiga) tahun, 6 (enam) tahun atau bahkan lebih lama dari itu, penanaman nilai-nilai moral sebagai efek pendidikan terhapus seketika hari itu juga adalah suatu sejarah pahit yang akan terus mendiami memori kolektif anak-anak didik.
Melihat realitas diatas yang begitu memilukan masih pantaskan para stakeholders dibidang pendidikan nasional bertahan dengan berbagai argument yang terkesan dibuat-buat. Bisakah hasil ujian nasional yang penuh kebohongan dijadikan barometer standar kualitas pendidikan kita? Dapatkah hasil UN yang sarat kecurangan dijadikan dasar pemetaan dunia pendidikan kita? Validkah hasil UN yang sesungguhnya lebih merupakan hasil kerja guru-guru bidang studi bersangkutan untuk dijadikan tiket masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN)? Masih pantaskah penyelenggaraan UN yang sarat nilai proyek materil dilaksanakan jika harus mengorbankan kewibawaan guru?
Sejatinya masih banyak pertanyaan yang menggelayut di hati masyarakat kita. Tetapi beberapa pertanyaan diatas mungkin dapat mewakili keresahan social yang terjadi selama pelaksanaan UN. Bahwa UN memiliki dampak positif jelas iya. Tapi efek negatif yang ditimbulkan juga jelas lebih besar. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian lebih arif agar UN dapat menemui sasaran tanpa harus mengorbankan peserta didik dan guru. Skema pelaksanaan UN juga harus dikonstruk ulang sehingga kesan angker tidak melekat padanya. Sejatinya pun reorientasi penegakan nilai-nilai moral harus terintegrasi dalam penyelenggaraan UN.
Sebagai suatu hasil olah pikir para ahli pendidikan, sebagai hasil “studi banding” dari kebijakan system pendidikan dari negeri bule sono mungkin tidak juga terlalu tepat jika UN dihapuskan begitu saja. Bahkan mungkin tetap harus ada tapi tentu dengan skema, orientasi dan paradigma yang berbeda. Dan tentunya, unsur-unsur filosofis UN yang lahir di Barat sana harus terpenuhi terlebih dahulu di negeri ini. Atau jika tidak, dunia pendidikan kita semakin jatuh, moralitas anak negeri kedepannya semakin ambruk dan Negara semakin terpuruk?!.
Selasa, 15 Januari 2013
SOSOK AHMADINEJAD YANG MENAKJUBKAN
Mahmud Ahmadinejad atau bisa dibaca Ahmadinezhad (bahasa Persia: Ù…Øمود اØمدینژاد ; lahir di Aradan, Iran, 28 Oktober 1956; adalah Presiden Iran yang keenam dan memperoleh 61.91% suara pemilih pada pilpres Iran tanggal 24 Juni 2005. Jabatan kepresidenannya dimulai pada 3 Agustus 2005. Ia pernah menjabat wali kota Teheran dari 3 Mei 2003 hingga 28 Juni 2005 waktu ia terpilih sebagai presiden. Ia dikenal secara luas sebagai seorang tokoh konservatif yang sangat loyal terhadap nilai-nilai Revolusi Islam Iran, 1979.
Bergabung dengan Imam Khomeini
Pada masa Perang Iran-Irak, Ahmedinejad bergabung dengan Korps Pengawal Revolusi Islam pada tahun 1986. Dia terlibat dalam misi-misi di Kirkuk, Irak. Dia kemudian menjadi insinyur kepala pasukan keenam Korps dan kepala staf Korps di sebelah barat Iran. Setelah perang, dia bertugas sebagai wakil gubernur dan gubernur Maku dan Khoy, Penasehat Menteri Kebudayaan dan Ajaran Islam, dan gubernur provinsi Ardabil dari 1993 hingga Oktober 1997.
Pribadi Menakjubkan
Mahmoud Ahmadinejad Presiden Iran saat ini patut menjadi teladan, ketika di wawancarai oleh TV Fox (AS) soal kehidupan pribadinya: "Saat anda melihat di cermin setiap pagi, apa yang anda katakan pada diri anda?" Jawab Ahmadinejad: "Saya melihat orang di cermin itu dan mengatakan padanya:"Ingat, kau tak lebih dari seorang pelayan, hari di depanmu penuh dengan tanggung jawab yang berat, yaitu melayani bangsa Iran ." Berikut adalah gambaran Ahmadinejad, yang sangat menakjubkan:
- Saat pertama kali bekerja di kantor kepresidenan Ia menyumbangkan seluruh karpet Istana Iran yang sangat tinggi nilainya itu kepada masjid-masjid di Teheran dan menggantikannya dengan karpet biasa yang mudah dibersihkan.
- Ia mengamati bahwa ada ruangan yang sangat besar untuk menerima dan menghormati tamu VIP, lalu ia memerintahkan untuk menutup ruangan tersebut dan menggantinya dengan ruangan biasa dengan 2 kursi kayu, meski sederhana tetap terlihat impresive.
- Di banyak kesempatan ia bercengkerama dengan petugas kebersihan di sekitar rumah dan kantor kepresidenannya
- Di bawah kepemimpinannya, ia meminta menteri-menterinya untuk datang kepadanya dan menteri-menteri tersebut akan menerima sebuah dokumen yang ditandatangani yang berisikan arahan darinya, arahan tersebut terutama sekali menekankan para menteri-menterinya untuk tetap hidup sederhana dan disebutkan bahwa rekening pribadi maupun kerabat dekatnya akan diawasi, sehingga pada saat menteri-menteri tersebut berakhir masa jabatannya dapat meninggalkan kantornya dengan kepala tegak.
- Langkah pertamanya adalah ia mengumumkan kekayaan dan propertinya yang terdiri dari Peugeot 504 tahun 1977, sebuah rumah sederhana warisan ayahnya 40 tahun yang lalu di sebuah daerah kumuh di Teheran. Rekening banknya bersaldo minimum, dan satu-satu nya uang masuk adalah uang gaji bulanannya.
- Gajinya sebagai dosen di sebuah universitas hanya senilai US$ 250. Gaji inilah cuma yang diambilnya.
- Sebagai tambahan informasi, Ahmadinejad masih tinggal di rumahnya. Hanya itulah yang dimiliki seorang presiden dari negara yang penting negara dalam keadaan baik secara strategis, ekonomis, politis, belum lagi secara minyak dan pertahanan.
- Ahmadinejad tidak mengambil gajinya, alasannya adalah bahwa semua kesejahteraan adalah milik negara dan ia bertugas untuk menjaganya.
- Satu hal yang membuat kagum staff kepresidenan adalah tas yg selalu dibawa sang presiden tiap hari selalu berisikan sarapan; roti isi atau roti keju yang disiapkan istrinya dan ia menikamtinya, ia juga menghentikan kebiasaan menyediakan makanan yang dikhususkan untuk presiden.
- Hal lain yang ia ubah adalah kebijakan Pesawat Terbang Kepresidenan, ia mengubahnya menjadi pesawat kargo sehingga dapat menghemat pajak masyarakat dan untuk dirinya, ia meminta terbang dengan pesawat terbang biasa dengan kelas ekonomi.
- Ia kerap mengadakan rapat dengan menteri-menterinya untuk mendapatkan info tentang kegiatan dan efisiensi yang sudah dilakukan, dan ia memangkas protokoler istana sehingga menteri-menterinya dapat masuk langsung ke ruangannya tanpa ada hambatan. Ia juga menghentikan kebiasaan seremonial upacara seperti karpet merah, sesi foto, atau publikasi pribadi, atau hal-hal seperti itu lainnya saat mengunjungi berbagai tempat di negaranya.
- Saat harus menginap di hotel, ia meminta diberikan kamar tanpa tempat tidur yg tidak terlalu besar karena ia tidak suka tidur di atas kasur, tetapi lebih suka tidur di lantai beralaskan karpet dan selimut. Apakah perilaku tersebut merendahkan posisi presiden? Tentu tidak. Presiden Iran tidur di ruang tamu rumahnya sesudah lepas dari pengawal-pengawal nya yg selalu mengikuti kemanapun ia pergi. Menurut koran Wifaq, foto-foto yg diambil oleh adiknya tersebut, kemudian dipublikasikan oleh media massa di seluruh dunia, termasuk Amerika.
- Presiden Mohammad Khatami pernah melarangnya menghadiri pertemuan Dewan Menteri, suatu hak yang biasa diberikan kepada para wali kota Teheran. Hal ini dikarenakan pada waktu Khatami menuju Universitas Teheran, Khatami terjebak macet. Khatami mengkritik Ahmadinejad yang saat itu menjabat wali kota Teheran. Namun bukannya tergesa-gesa membereskan masalah tersebut, Ahmadinejad justru berkata: "Bersyukurlah karena presiden kita telah merasakan kehidupan rakyatnya yang sesungguhnya". Namun Ahmadinejad tetap santai menghadapi larangan tersebut. Beda sekali dengan walikota/bupati di Indoensia yang sangat tak bernyali jika harus berhadapan dengan menteri saja.
- Sepanjang sholat, anda dapat melihat bahwa ia tidak duduk di baris paling muka. Seorang presiden pun jika datang terlambat tetap harus berada dibelakang.
- Bahkan ketika suara azan berkumandang, ia langsung mengerjakan sholat di manapun ia berada meskipun hanya beralaskan karpet biasa.
- Kala bertamu ke Baitullah, meskipun ia mendapat undangan dari Raja Abdullah, Raja Saudi, namun ia dengan rendah hati menolaknya. Ia lebih memilih naik haji dengan mobil biasa, yang lebih menakjubkan yaitu dengan mobil bak terbuka (pick-up). Ini bukanlah sekedar cari-cari sensasi untuk mendapatkan simpati publik karena jelas ini bukanlah kali pertama penolakan yang pernah dilakukan oleh pemimpin Iran ini. Penolakan-penolakan fasilitas kenegaraan pun pernah di tolaknya. Hal yang sangat langka yang bisa ditemukan dari seorang pemimpin.
- Ia juga tidak mau bersalaman dengan wanita yang bukan muhrimnya, cukup menundukan kepala sebagai rasa hormat.
Konon ketika beliau sudah menjabat sebagai walikota Teheran yang memiliki populasi lebih besar daripada Jakarta ia masih tampil dengan sepatu yang bolong-bolong. Ia menyapu jalanan Teheran dan bangga dengan itu. Sampai sekarang pun ia masih tampil dengan kemeja lengan panjang sederhana sehingga jika kita tidak mengenalnya dan bertemu dengannya kita tidak akan pernah mengira bahwa beliau adalah seorang presiden. Ya presiden dari sebuah negara besar.
Sebelum menjabat sebagai presiden Iran beliau adalah walikota Teheran, periode 2003-2005. Teheran, ibukota Iran, kota dengan sejuta paradoks, memiliki populasi hampir dua kali lipat dari Jakarta, yaitu sebesar 16 juta penduduk. Untuk bisa menjadi walikota dari ibukota negara tentu sudah merupakan prestasi tersendiri mengingat betapa Iran adalah negara yang dikuasai oleh para mullah. Ia bukanlah ulama bersorban, tokoh revolusi, dan karir birokrasinya kurang dari 10 tahun. Beliau tinggal di gang buntu, maniak bola, tak punya sofa di rumahnya, dan kemana-mana dengan mobil Peugeot tahun 1977. Penampilannya sendiri jauh dari menarik untuk dijadikan gosip, apalagi jadi selebriti. Rambutnya kusam seperti tidak pernah merasakan shampo dan sepatunya itu-itu terus, bolong di sana-sini, mirip alas kaki tukang sapu jalanan di belantara Jakarta. Nah! Kira-kira dengan modal dan penampilan begini apakah ia memiliki kemungkinan untuk menjabat sebagai walikota Depok saja, umpamanya? Atau mungkin bupati Inhil atau anggota DPRD saja?...
Dalam tempo setahun pertanyaan tentang kemampuannya memimpin terjawab. Warga Teheran menemukan bahwa walikotanya sebagai pejabat yang bangga bisa menyapu sendiri jalan-jalan kota, gatal tangannya jika ada selokan yang mampet dan turun tangan untuk membersihkannya sendiri, menyetir sendiri mobilnya ke kantor dan bekerja hingga dini hari sekedar untuk memastikan bahwa Teheran dapat menjadi lebih nyaman untuk ditinggali.
"Saya bangga bisa menyapu jalanan di Teheran",katanya tanpa berusaha untuk tampil sok sederhana. Di belahan dunia lain sosoknya mungkin dapat dijadikan reality show atau bahkan aliran kepercayaan baru. Sejak hari pertama menjabat ia langsung mengadakan kebijakan yang bersifat religius seperti memisahkan lift bagi laki-laki dan perempuan (ini tentu menarik hati para wanita di Teheran), menggandakan pinjaman lunak bagi pasangan muda yang hendak menikah dari 6 juta rial menjadi 12 juta rial, pembagian sup gratis bagi orang miskin setiap pekan, dan menjadikan rumah dinas walikota sebagai museum publik!
Ia sendiri memilih tinggal di rumah pribadinya di kawasanNarmak yang miskin yang hanya berukuran luas 170 m persegi. Ia bahkan melarang pemberian sajian pisang bagi tamu walikota mengingat pisang merupakan buah yang sangat mahal di Iran dan bisa berharga 6000 rupiah per bijinya. Ia juga menunjukkan dirinya sebagai pekerja keras yang sengaja memperpanjang jam kerjanya agar dapat menerima warga kota yang ingin mengadu.
Namun salah satu keberhasilannya yang dirasakan oleh warga kota Teheran adalah spesialisasinya sebagai seorang doktor di bidang manajemen transportasi dan lalu lintas perkotaan. Sekedar untuk diketahui, kemacetan kota Teheran begitu parahnya. Tetapi secara dramatis ia berhasil menekan tingkat kemacetan di Teheran dengan mencopot lampu-lampu di perempatan jalan besar dan mengubahnya menjadi jalur putar balik yang sangat efektif. Setalah menjabat dua tahun sebagai walikota Teheran ia masuk dalam finalis pemilihan walikota terbaik dunia World Mayor 2005 dari 550 walikota yang masuk nominasi. Hanya sembilan yang dari Asia, termasuk Ahmadinejad.
Tapi itu baru awal cerita. Pada tanggal 24 Juni 2005 ia menjadi bahan pembicaraan seluruh dunia karena berhasil menjadi presiden Iran setelah mengalahkankan ulama-cum-militer Akbar Hashemi Rafsanjani dalam pemilihan umum. Bagaimana mungkin padahal pada awal kampanye namanya bahkan tidak masuk hitungan karena yang maju adalah para tokoh yang memiliki hampir segalanya dibandingkan dengannya?
Dalam jajak pendapat awal kampanye dari delapan calon presiden yang bersaing, Akbar Hasyemi Rafsanjani, Ali Larijani, Ahmadinejad, Mehdi Karrubi, Mohammed Bhager Galibaf, Mohsen Meharalizadeh, Mohsen Rezai, dan Mostafa Min, popularitas Ahmadinejad paling buncit. Pada masa kampanye ketika para kontestan mengorek sakunya dalam-dalam untuk menarik perhatian massa, Ahmadinejad bahkan tidak sanggup untuk mencetak foto-foto dan atributnya sebagai calon presiden. Sebagai walikota ia menyumbangkan semua gajinya dan hidup dengan gajinya sebagai dosen. Ia tidak mampu untuk mengeluarkan uang sepeser pun untuk kampanye! Sebaliknya ia justru menghantam para calon presiden yang menggunakan dana ratusan milyar untuk berkampanye atau yang bagi-bagi uang untuk menarik simpati rakyat.
Pada pemilu putaran pertama keanehan terjadi, Nama Ahmadinejad menyodok ke tempat ketiga. Di atasnya dua dedengkot politik yang jauh lebih senior di atasnya, Akbar Hashemi Rafsanjani dan Mahdi Karrubi. Rafsanjani tetap menjadi favorit untuk memenangi pemilu ini mengingat reputasi dan ketangguhan mesin politiknya. Tapi rakyat Iran punya rencana dan harapan lain, Ahmadinejad memenangi pemilu dengan 61 % sedangkan Rafsanjani hanya 35%. Logika real politik dibuat jungkir balik olehnya.
Ahmadinejad memang penuh dengan kontroversi. Ia presiden yang tidak berasal dari mullah yang selama puluhan tahun telah mendominasi hampir semua pos kekuasaan di Iran, status quo yang sangat dominan. Ia juga bukan berasal dari elit yang dekat dengan kekuasaan, tidak memiliki track-record sebagai politisi, dan hanya memiliki modal asketisme, yang untuk standar Iran pun sudah menyolok. Ia seorang revolusioner sejati sebagaimana halnya dengan Imam Khomeini dengan kedahsyatan aura yang berbeda. Jika Imam Khomeini tampil mistis dan sufistis, Ahmadinejad justru tampil sangat merakyat, mudah dijangkau siapapun, mudah dipahami dan diteladani. Ia adalah sosok Khomeini yang jauh lebih mudah untuk dipahami dan diteladani. Ia adalah figur idola dalam kehidupan nyata.
Baru-baru ini dia baru saja mempunyai hajatan besar yaitu Menikahkan Puteranya. Tapi pernikahan putra Presiden ini hanya layaknya pernikahan kaum Buruh. Makanan mewahnya berupa buah pisang, jeruk, melon.
Bandingkan dengan dana 3 M yang dihabiskan untuk biaya pernikahan putra presiden republik yang penuh “nestapa” ini?...
Ah, betapa bangganya rakyat Iran (bahkan seharusnya semua umat muslim tanpa memandang golongan) memiliki pemimpin seperti ini, sosok figur langka di dunia nyata yang serba hedonis. Sekali lagi, bandingkan dengan pemimpin-pemimpin di negeri ini bahkan seorang kepala desa/lurah pun mungkin tidak ada yang seperti beliau. Entah kapan muncul “Ahmadinejad-ahmadinejad” lainnya di negeri ini?...
sumber: http://dorokdoc.blogspot.com , http://en.wikipedia.org, http://10511183.blog.unikom.ac.id, pesantrenbudaya.blogspot.com, ibnumasigafiles.blogspot.com
Minggu, 13 Januari 2013
Contoh File Bahan DUPAK (Daftar Usulan Kenaikan Pangkat)
Rabu, 09 Januari 2013
Khutbah Jumat: Berbuat Baik kepada Orang Tua
Minggu, 06 Januari 2013
Mencari Sosok Gubernur/Bupati Ideal
Mencari Sosok Bupati Ideal
Oleh: A. Rahman Masiga
Amirul Mukminin Umar bin Khattab pernah menangis selama satu pekan mendengar laporan dari masyarakatnya bahwa ditemukan seekor kambing mati di sungai yang masih berada di wilayah kekuasaannya sebagai khalifah ke-2 zaman khulafaurrasyidin. Pada kesempatan lain pada zaman pemerintahan Umar bin Khattab juga. Amru bin Ash pernah menolak tawaran dari Umar untuk menjadi gubernur Mesir yang merupakan wilayah kekuasaan Islam pada waktu itu karena khawatir tidak dapat memikul amanah yang sangat berat sebagai pemimpin. Sahabat Rasulullah yang juga terkenal sebagai bisnisman kaya raya Abdurrahman bin ‘Auf juga pernah membuang kesempatan “emas” untuk menggantikan Umar bin Khattab menjadi khalifah yang ke-3 sehingga kemudian majelis yang dibentuk oleh Umar ra. Sepakat menunjuk Usman bin Affan sebagai pengganti Umar ra. Mungkin kita juga pernah mendengar mantan Perdana Menteri Jepang mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pertanggungjawaban moral kepada publik Jepang karena terjadi konflik internal di partainya. Dan tak kalah menarik salah seorang pejabat Negara di Eropa mengundurkan diri dari jabatannya hanya karena melanggar peraturan lalu lintas.
Itu semuanya sekelumit kisah menarik dan penuh makna yang perlu kita cermati dan pelajari. Hal ini merupakan salah satu dari banyak kisah dan cerita pemimpin yang memiliki mental, jiwa dan moral kepemimpinan. Semasa hidup orang-orang tidak akan memngingat apa yang kita lakukan untuk diri kita, tetapi orang akan mengingat apa yang kita lakukan pada orang lain, mereka menjadi pewaris dari karya-karya yang telah kita lakukan sepanjang hidup. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki capaian besar yakni prestasi cemerlang untuk rakyatnya bukan bangga dengan apa yang telah diraihnya untuk diri mereka sendiri namun dikarenakan apa yang telah diberikan untuk rakyatnya.
Rakyat akan bangga memiliki pemimpin dengan gelar akademis yang bagus, kemampuan pengetahuan agama yang baik, fasilitas serba lengkap serta bangga dengan pemimpin hidupnya memiliki makna tatkala menjabat sebagai pemimpin. Tetapi masyarakat akan lebih bangga dengan pemimpin yang membuat mereka (masyarakat) memiliki gelar akademis yang dapat memberi manfaat, mendorong kehidupan keber-agama-an lebih mewarnai keseharian masyarakat, dan menjadikan mereka memiliki fasilitas hidup yang cukup dan menjadikan hidup mereka semakin bermakna. Pemimpin harus tahu posisinya dimata rakyatnya. Pemimpin adalah pelayan bukan untuk dilayani. Pemimpin sebagai tempat acuan dan tunjuk ajar serta tempat menyelesaikan masalah secara strategis bukan sebagai sumber masalah.
Kisah Umar bin Khattab dan beberapa pemimpin diatas merupakan sikap dan mental juga moral penguasa yang ingin memberikan makna kepada yang dipimpinnya. Makna disini adalah warisan manfaat yang ditinggalkan oleh pemimpin kepada rakyatnya.
Nah, apa jadinya sebuah negeri jika pemimpinnya tak mampu mewariskan makna itu kepada rakyatnya?. Alamat centang perenanglah negeri ini kalau lah amanah sudah disalahgunakan. Waktu yang telah diberikan bukan untuk menyenangkan rakyat tapi ternyata hanya menyenangkan orang-orang terdekat. Oleh karena itu pemimpin yang menjadi guru dan tauladanlah yang harus menjadi pemimpin kita kedepan, pemimpin yang benar-benar memiliki komitmen dan kesungguhan yang tinggi untuk memimpin kita. Ini bisa dilihat dengan keikhlasan dalam memimpin yakni semata-mata hanya mencari ridha Allah SWT. Seperti menerima kritik dengan senang hati bahkan selalu ingin dikritik.
Dalam riwayat, Umar al Faruk pernah pergi ke sahabatnya hanya untuk minta kritik. Tapi, beliau lalu marah-marah karena sahabatnya tidak menemukan kekurangan dalam diri Umar. Pemimpin kita hari ini tak usahlah menuju orang untuk dikritik. Tetap di rumah dan di kantor saja sudah banyak yang datang untuk mengkritik. Lalu bagaimana kritik ini menjadi suatu harapan dan santapan yang enak untuk membangun kepribadian dan mental pemimpin.
Seorang pemimpin harus mengerti tugas dan hakikat menjadi pemimpin. Pemimpin tugasnya untuk mengangkat derajat dan martabat masyarakatnya bukan sebaliknya. Pemimpin harus berprinsip apa yang diberikan bukan apa yang harus didapatkan. Pemimpin juga harus siap menderita dengan segala konsekwensinya dicaci, dihina dan dibenci demi menjalankan kebenaran. Bukankah kata orang bijak bahwa jalan pemimpin adalah jalan derita?... Mari kita lihat sejarah manusia yang paling berpengaruh di dunia ini yaitu Nabi Muhammad SAW pernah mendapat cacian dan hinaan dari masyarakat bahkan pernah dilempar batu, beliau tidak merasa capek, kecewa atau berhenti dari aktifitasnya dan yang lebih luar biasanya. Beliau tidak memiliki dendam dengan para musuhnya. Sebuah logika kepemimpinan, pemimpin yang membangun masyarakatnya berangkat dari kondisi yang serba sulit dibawah tekanan serta kritikan orang akan menghiasi kepemimpinan yang kokoh secara prinsip.
Kita tidak terlalu berharap untuk pemimpin Inhil/Riau kedepan adalah orang-orang yang memiliki kualitas dan kualifikasi seperti pemimpin-pemimpin besar yang pernah ada. Tetapi kita juga tidak ingin memiliki pemimpin yang kualits dan kualifikasinya jauh dari apa yang diharapkan. Kita pasti berharap pemimpin nanti adalah individu yang memilki kepekaan social tinggi dengan masyarakatnya. Kriterianya, pertama, tidak menghamburkan uang dengan agenda-agenda seremonial yang menelan anggaran cukup besar dengan mengabaikan sector lain yang lebih penting seperti pembangunan ekonomi dan pendidikan. Kedua, tidak menganggarkan fasilitas yang berlebihan kepada pejabat dibandingkan apa yang telah didapatkan oleh masyarakat dengan kemiskinan, seperti kehidupan para pejabat yang penuh fasilitas berbeda jauh dengan masyarakat yang seharusnya lebih pantas untuk menikmati hasil daerah dibandingkan para pejabat daerah.Ketiga, lebih sering turun kebawah dari pada bertandang keatas, karena tidak meratanya pembangunan Riau/Inhil pada hari ini dikarenakan ketidakadilan pembangunan. Wajar kalau hari ini wacana pemekaran kabupaten merupakan gejolak-gejolak yang senantiasa ada.
Tentu menjadi harapan kita pemimpin yang berhasil dalam memimpin memberikan warisan manfaat kepada masyarakat pada ujung kehidupannya tidak mengalami nasib tragis, dihina, dihujat dan sebagainya. Orang sangat mudah melupakan kebaikan kita, kebaikan yang dibina selama bertahun-tahun selama memimpin menjadi sirna dengan satu tindakan kita yang menyakitkan masyarakat. Ibarat susu sebelanga rusak karena nila setitik. Semasa Berjaya kita dielu-elukan dengan tari sekapur sirih, kompang dan tepuk tepung tawar, silat dan persembahan lainnya.
Namun tatkala kita jatuh, semua orang berusaha mengungkit kesalahan kita. Banyak pejabat kalau sudah jadi mantan selalu penjara menjadi tempat singgahnya. Makanya banyak yang takut jadi mantan (kira-kira begitu). Bak pepatah modern, “di Eropa masuk penjara dulu baru jadi pemimpin. Di Indonesia pemimpin dulu baru masuk penjara.”
Semoga itu semua menjadi cerminan ke depan bagi pemimpin kita (termasuk juga bagi mereka yang ingin memilih pemimpin). Pemimpin yang memiliki mental dan moral kepemimpinan bermula dari keberhasilan memimpin dirinya untuk senantiasa terhindar dari malapetaka akibat dosa dan maksiat kepada Allah SWT. Karena kepribadian yang bersih akan memberi nilai kepada yang dipimpinnya. Mungkin terlalu ideal untuk standar pemimpin Inhil bahkan Riau ke depan, tetapi tidak ada salahnya kita mengambil pelajaran dan hikmah terhadap pemimpin dari kisah-kisah terdahulu.
Jumat, 04 Januari 2013
Proposal Seminar dan Workshop Pendidikan
Langganan:
Postingan (Atom)